Home > Mancanegara

Sepakat dengan Inggris, Turki Beli 40 Jet Tempur Eurofighter

Turki membeli Eurofighter Typhoon produksi Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol senilai 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 91,2 triliun.
Menhan Turki Yasar Guler dan Menhan Inggris John Healey. Sumber: Anadolu
Menhan Turki Yasar Guler dan Menhan Inggris John Healey. Sumber: Anadolu

ANKARA -- Turki menyelesaikan kesepakatan pembelian jet tempur Eurofighter Typhoon dengan Inggris dan Jerman setelah menyetujui persyaratan penggunaan NATO. Langkah itu meningkatkan kekuatan udara Ankara di tengah meningkatnya ketegangan regional dan dorongan Erdogan untuk mendominasi militer di kawasan.

Turki pada Rabu (23/7/2025), mengambil langkah besar untuk mewujudkan visi Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam membangun angkatan udara yang tangguh guna memperkuat pengaruh regional negara tersebut. Turki mencapai kesepakatan dengan Inggris dan Jerman untuk membeli 40 jet tempur Eurofighter Typhoon senilai 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 91,2 triliun.

Jet tempur generasi 4,5 yang sebanding dengan F-16 produksi AS, dirancang oleh konsorsium Eropa yang terdiri dari Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol. Turki telah mendorong kesepakatan tersebut sejak 2023, tetapi sempat menghadapi penolakan dari pemerintah Jerman. Hal itu karena Jerman melihat kebijakan luar negeri Presiden Erdogan yang agresif, tidak hanya terhadap Israel, melainkan juga Yunani dan Siprus.

Dalam beberapa pekan terakhir, Ankara memperbarui upayanya untuk menyelesaikan kesepakatan pembelian jet tempur itu, sebagian sebagai respons terhadap perang 12 hari antara Israel dan Iran pada Juni lalu. Merujuk perang itu, Israel menunjukkan pentingnya strategis superioritas udara dengan menyerang ribuan target di dalam Iran, yang berjarak hampir 2.000 kilometer.

Menurut pejabat Turki, Ankara kini telah menerima persyaratan yang ditetapkan oleh Jerman, yang membuka jalan bagi Dewan Keamanan Federal Jerman, badan yang bertanggung jawab untuk menyetujui semua ekspor senjata, untuk menyetujui penjualan tersebut. Salah satu tuntutan utama Jerman adalah agar jet tempur itu digunakan "sesuai pedoman umum NATO," sebuah cara diplomatik untuk mengamankan komitmen Turki untuk tidak mengerahkan armada tersebut terhadap sesama anggota NATO, yaitu Yunani.

Kesepakatan itu juga mencerminkan kepentingan Uni Eropa yang lebih luas dalam memperkuat kerja sama militer dengan Turki untuk memastikan kesiapan NATO di tengah kekhawatiran atas potensi agresi Rusia pada masa mendatang di Eropa. Bersamaan dengan persetujuan Jerman, penandatanganan seremonial perjanjian pendahuluan berlangsung di Istanbul antara Menteri Pertahanan (Menhan) Turki Yasar Guler dan Menhan Inggris John Healey.

"Kami menyambut langkah positif ini untuk bergabung dengan klub Eurofighter Typhoon," kata Guler, seraya menambahkan bahwa akuisisi ini tidak hanya akan memperkuat kemampuan udara Turki tetapi juga menguntungkan NATO secara keseluruhan.

Para pejabat Turki mencatat, negosiasi lebih lanjut diperlukan untuk menyelesaikan harga pembelian. Bagi Inggris, kesepakatan itu memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Jet tempur diproduksi di Inggris, dan Perdana Menteri Keir Starmer telah menekankan bahwa perjanjian tersebut akan melindungi sekitar 20 ribu lapangan pekerjaan. London dilaporkan memberikan tekanan untuk mendorong kesepakatan tersebut.

Meskipun menguntungkan secara ekonomi dan strategis bagi Eropa, kesepakatan itu secara bersamaan menimbulkan kekhawatiran di Israel. Pemimpin oposisi Yair Lapid mengeluarkan pernyataan keras yang mengkritik pemerintah Israel karena gagal mencegah kesepakatan memperkuat armada udara Turki.

"Jika Israel memiliki Kementerian Luar Negeri yang berfungsi atau pemerintahan yang normal, Israel pasti sudah memblokir kesepakatan penjualan Eurofighter Typhoon ke Turki," kata Lapid dikutip dari Ynetnew.

"Turki sudah memiliki angkatan laut terbesar dan terkuat di Timur Tengah, dan sekarang mengincar kesetaraan udara dengan Israel. Ini berbahaya, dan pemerintah kita yang disfungsional tidak melakukan apa pun untuk mengatasinya."

Presiden Erdogan, yang berupaya memulihkan status Turki sebagai kekuatan regional dominan yang mengingatkan pada masa lalu Ottoman, juga sedang mengupayakan berbagai upaya untuk meningkatkan angkatan udaranya. Selain kesepakatan Eropa, Turki sedang mengembangkan jet tempur generasi ke-5 sendiri, KAAN. Selain itu, negeri dua benua tersebut sedang dalam pembicaraan dengan AS untuk mengakuisisi 40 jet siluman F-35.

Turki dikeluarkan dari program F-35 pada 2019 setelah membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, yang melanggar protokol NATO. Namun, Erdogan berharap, Presiden Trump-yang berulang kali memuji pemimpin Turki tersebut-akan membatalkan keputusan tersebut. Duta Besar AS untuk Turki dan utusan khusus untuk Suriah dan Lebanon, Thomas Barrett, baru-baru ini menyatakan, penyelesaian sengketa F-35 mungkin akan tercapai pada akhir tahun, meskipun sebelumnya Israel telah menolak penjualan tersebut.

× Image